Gemas Yang Bikin Was Was


Masyarakat kita umumnya cenderung lebih senang dan gemas melihat anak usia di bawah lima tahun (balita) yang badannya gemuk daripada kurus atau biasa-biasa saja. Padahal, montok apalagi gemuk belum tentu baik untuk kesehatan.

Foto: sanaslankkenniscentrum.nl
HATI-hati dengan obesitas. Dokter spesialis anak Teresia, mendeinisikan obesitas sebagai kondisi berat badan berlebih, dengan gejala dagu berlipat, perut gendut, sesak napas, dan ngorok saat tidur. “Obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa, bentuknya sangat bervariasi. Bisa dideteksi dari tinggi badan dan usia bayi. Kalau tingginya tidak sesuai usianya, bisa jadi itu tanda-tanda bayi obesitas,” jelas dokter dari Rumah Sakit Polri, Jakarta itu. 

Cara lain mendeteksi apakah bayi mengalami obesitas atau tidak ialah dengan melihat pertumbuhan kaki atau sendi lutut yang terganggu, sehingga berbentuk X atau O. “Sendi lutut, bagian yang paling terkena dampak obesitas, karena menopang berat badan anak. Akibatnya ia harus memakai sepatu khusus, karena tidak bisa berjalan normal. Dan banyak lagi akibat obesitas lain,” jelas sang dokter. 


Teresia mengingatkan agar para orangtua tahu batasan gizi yang seharusnya diberikan pada bayi atau anak balita. Masalah gizi di Indonesia ada dua, yakni gizi lebih dan gizi buruk. Di negara maju seperti di Eropa, gizi lebih kerap menyebabkan obesitas. Indonesia berada di tengah-tengah. Artinya, gizi buruknya banyak, namun gizi lebihnya juga banyak. 

Hal ini terjadi karena pola hidup masyarakat perkotaan yang lebih Western. Mereka malas bergerak, jarang olahraga, sedangkan asupan makanan berlebihan sehingga mengakibatkan obesitas. Sebaliknya, seperti perdesaan atau daerah kumuh, masih banyak masyarakat yang mengalami gizi buruk yang kemudian menimbulakn berbagai penyakit, seperti cacingan serta rendahnya daya tahan tubuh dan kemampuan otak. Orang yang memiliki berat badan 20 persen lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badan yang normal dikategorikan mengalami obesitas. 

Obesitas sendiri, digolongkan menjadi 3, yakni ringan, sedang, dan berat. Yang ringan adalah jika kelebihan berat badan kita 20-40 persen, yang sedang jika kelebihan berat badan 41-100 persen, dan yang terakhir apabila kelebihan berat badan di atas 100 persen.

Penyebab Obesitas
Banyak orang menduga gen adalah faktor pemicu obesitas. Namun menurut Teresia hal itu tidak sepenuhnya benar. Pemicu obesitas lebih pada faktor gaya hidup atau kebiasaan keluarga yang sering memberi contoh salah. Misalnya, orangtua yang suka ngemil di depan anak. Kesannya sepele, tapi berbahaya jika sering dilakukan. “Banyak orang datang mengeluh ke saya, berkata mereka sedih melihat anak mereka tidak suka makan sayur dan buah. Saya tidak langsung menyalahkan si anak, tapi saya tanya balik medulu
ke orangtua, apakah bapak dan ibu juga sudah mencontohkan sering makan buah atau sayur di depan anak? Rata-rata jawaban mereka tidak,” kata Teresia.



Penyebab obesitas anak, salah satunya karena maraknya restoran cepat saji. Anak-anak sebagian besar menyukai fast food, bahkan ada yang selalu minta porsi lebih setiap menyantap makanan cepat saji. Padahal sudah bukan rahasia umum bahwa makanan jenis ini mengandung banyak lemak dan kadar gula tinggi yang menjadi penyebab utama obesitas. 


Sayangnya, banyak orangtua yang karena kesibukan atau kemalasan, mereka memilih jalur pintas menghidangkan makanan cepat saji untuk anak mereka sekalipun mereka tahu kandungan gizinya buruk. Ya, menu makanan cepat saji meski rasanya nikmat, namun tidak memiliki kandungan gizi yang seimbang dan baik bagi pertumbuhan anak. Itu sebabnya, makanan cepat saji sering disebut junk food alias makanan sampah. 

Hal lain yang patut menjadi perhatian ialah kesukaan anak-anak pada minuman ringan atau kemasan dan yang manis-manis. Sama seperti makanan cepat saji, minuman ringan (softdrink) terbukti memiliki kandungan gula tinggi sehingga berat badan anak akan cepat bertambah bila meminumnya secara berlebih. Sialnya, rasa nikmat minuman ini yang membuai bisa menjadikan anak-anak seperti kecanduan. 

Kehidupan modern yang serba digital juga ditengarai sebagai pemicu obesitas lantaran membuat anak kurang
atau bahkan malas menggerakkan badan. Anak-anak masa kini lebih banyak aksi dengan dunia permainan yang statis, seperti bermain games di komputer, play station, handphone, dan perangkat elektronik lainnya. Dulu, permainan anak umumnya adalah permainan fisik yang mengharuskan mereka berlari, melompat, atau melakukan gerakan lain yang membakar kalori dan lemak. 


Ada dua bahaya obesitas yang bisa menyerang anak, yakni bahaya jangka pendek dan panjang. Yang pendek yakni datangnya beberapa penyakit, misalnya napas bermasalah saat tidur. Hal ini terjadi karena penimbunan lemak, yang dalam kondisi tertentu akan menyebabkan ia sesak napas. Bahaya jangka panjang, yakni beresiko terserang kanker, penyakit jantung. Di mana masalah itu akan dibawa sejak kecil oleh anak yang sudah mengalami obesitas