SECARA umum ada beberapa indikasi yang dapat kita endus sebagai tanda-tanda bayi (anak umur 0–2 tahun) sedang stres. Tanda yang pertama bisa berwujud tingkah laku bayi yang jadi lebih rewel daripada biasa. Jika normalnya saat menangis lalu diberi susu diam, maka sekarang ia jadi cenderung tetap menangis meski susu sudah diberikan. Atau, jika biasanya setelah digendong menjadi tenang, sekarang mendadak tetap gelisah meski sang bunda, figur lekatnya sudah menimang. Tanda ketiga yang amat kentara jika bayi sedang stres ialah penurunan nafsu makan. Ini indikasi yang paling berbahaya, karena bisa berhubungan dengan masalah tumbuh kembang anak.
Psikolog klinis dari RS Awal Bros, RA Oriza Sativa Psi menerangkan dapat berdampak buruk jika tidak tidak segera ditanganani. Stres sendiri memiliki pengertian, tekanan psikis berlebihan yang terjadi dan berada di luar batas kemampuan yang bersangkutan. Apabila terus didiamkan, akibatnya mereka malah bisa mengalami gangguan psikis lebih berat, seperti kecemasan atau depresi. Karenanya, orangtua harus jeli melihat perubahanperubahan yang dialami bayi.
“Tanda-tanda stres sebenarnya mudah terdeteksi, jika si kecil tiba-tiba lebih reaktif ketimbang kondisi biasa. Hati-hati, jika kondisi ini terus dibiarkan, bayi akan lebih mudah sakit. Berat badannya turun dan sulit melakukan penyesuaian dengan lingkungan. Secara garis besar, proses tumbuh kembangnya jadi terhambat,” ujar Oriza.
Dia mencontohkan, refleks bayi enam bulan biasanya sudah bagus. Dia bisa tertawa jika bertemu orang. Namun, jika anak Anda belum demikian di usia tersebut dan dia cenderung lebih sering menangis, sedikit-sedikit ngambek, bisa jadi itu ekspresi kondisi stres bayi. Orangtua yang bijak seharusnya sudah bisa mencurigai, emosi bayi yang meledak-ledak merupakan gejala stres.
Mengganggu Perkembangan Otak
Secara klinis penyebab stres bayi bisa dibagi dalam dua aspek. Yang pertama karena alasan fisik. Misalnya sedang tidak enak badan. Jika orang dewasa bisa langsung pergi ke dokter, maka bayi hanya mampu menangis.
Kedua, akibat aspek psikis. Meski masih kecil, sejak usia 3 bulan, bayi sudah hafal orang-orang terdekatnya, seperti ayah dan ibu. Jika tiba-tiba terjadi perbedaan pola pengasuhan, misalnya karena si ibu tiba-tiba bekerja dan bayi dipegang baby sitter mereka bisa resah. Terlebih, jika ibu harus pergi dalam waktu lama. “Hal lain yang bisa memengaruhi adalah masalah adjustment. Misalnya ia sedang tumbuh gigi atau biasanya tidur pakai AC tiba-tiba tidak. Hal-hal semacam ini bisa membuat anak stres, yang efeknya terlihat seperti sering marah-marah sendiri,” tambahnya.
Apakah stres berkepanjangan dapat mengganggu perkembangan kecerdasan otak anak? Menurut Oriza, hal itu berkaitan namun tidak secara langsung. Jika bayi rewel terus, tidurnya akan terganggu dan makannya berkurang. Hal itu selanjutnya akan mengganggu hormon pituitari menjalankan fungsinya dengan baik. “Otak manusia itu kan memiliki jaras-jaras. Sesuatu yang dapat membuat kita tambah pintar karena pertumbuhan miliaran sel di dalamnya. Ia berkembang saat kita tidur dengan durasi cukup dan mendapat asupan gizi seimbang. Nah, kalau kondisi si bayi rewel, susah tidur dan makan, pastinya akan mengganggu perkembangan otak, meskipun tidak secara langsung,” pungkasnya. (RA)