MUSIK dapat dinikmati semua usia, tak mengenal batas waktu dan ruang, jenis kelamin, dan kondisi seseorang. Bahkan, tidak sedikit yang menganjurkan perlunya mulai memperkenalkan atau memperdengarkan pada bayi. Irama dan timbre (warna musik) mendorong anak melakukan gerakan yang akan memengaruhi perkembangan motorik mereka.
Berlokasi di Surakarta, Jawa Tengah, Sekolah Musik Indonesia (SMI) secara resmi dikenalkan pada khalayak umum pada April 2010, untuk merevolusi pendidikan musik di Tanah Air. SMI melengkapi metode pendidikan musik cara lama dengan cara baru, yang lebih mengutamakan kreativitas sejak dini, keseimbangan otak kanan dan kiri, serta pedagogik untuk pengembangan siswa-siswi secara mental, spiritual, maupun sosial.
Sekolah musik yang menekankan pentingnya pengoptimalan teknologi sebagai sarana belajar musik itu ditunjang beberapa fasilitas pokok di setiap ruang kelas, seperti komputer, keyboard controller, dan akses internet. Setiap siswa pun bisa langsung merekam latihan mereka, mendengarkan kembali, dan menelaahnya.
“Setiap siswa memiliki perkembangan kemajuan dari setiap hasil pertemuan. Sekitar bulan Oktober SMI akan memperkenalkan website dan disana juga akan terdapat beberapa rekaman siswa selama berlatih di kelas, sehingga dengan ini orang tua dapat memantau kemajuan anak lewat media internet,” kata Agoes Boedi Wijono kepada SBH.
Dengan begitu, perkembangan secara gradual bisa dideteksi secara langsung, dan ini efektif sebagai metode pendidikan cara baru berbasis teknologi. Menurut Agoes, dengan teknologi itu, siswa diperkenalkan dengan softwaresoftware aplikasi musik untuk merekam, memainkan musik, maupun menulis notasi. Musik yang dipelajari di SMI meliputi multi-genre, antara lain klasik, pop, jazz, dan blues. Adapun pilihan major alat musiknya beragam, seperti piano, gitar, bas, drum, dan biola. “Kita membuat terobosan dalam hal kurikulumnya. Seorang siswa yang belajar di SMI ibaratnya buy 1 get 3, selain belajar kelas, mereka juga memperoleh kelas privat dan juga demo,” ujar Agoes.
Dia menekankan bahwa siswasiswi yang belajar di SMI tidak hanya dituntut terampil memainkan instrumen musik secara individu, tetapi juga mampu bekerja secara kelompok. Selain kelas privat, siswa-siswi mendapatkan kelas untuk praktik band, teori umum, dan praktik teknologi musik di laboratorium. Dalam mendidik siswa-siswinya, SMI menekankan aspek pengalaman, kreativitas, perasaan musik (sense of music), dan perasaan nyaman (good feeling).
Eksistensi SMI sebagai lembaga pendidikan musik mengusung tiga nilai sekaligus, yakni value of money, value of academic, dan practical value. “Kita tidak bisa hanya berpusat kepada profit, sementara secara akademis, pendidikan musik semakin melorot kualitasnya. Demikan juga, ketika sebuah lembaga pendidikan hanya berpusat pada teori-teori dan lupa dengan industri, maka lama kelamaan akan mati, karena pada akhirnya industri juga ikut menentukan masa depan.”